Updates from Agustus, 2017 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • Ibnu Rusman 14:46 on 20 August 2017 Permalink | Balas  

    KAPANKAH KELANGGENGAN HUBUNGAN PERGAULAN ANTARA SUAMI ISTRI AKAN TERCAPAI, DAN KEHIDUPAN KEDUANYA MENJADI BAHAGIA ? 

    Berkata Al Allamah Ibnu Utsaimin rahimahullah
    “Wajib bagi setiap dari suami istri untuk bergaul dengan pasangannya dengan cara yan baik. Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
    “Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik” (QS. An Nisa’:19)

    Dan juga firman Allah Ta’ala :
    “Mereka (para wanita) memiliki hak yang semisal dengan kewajiban yang dibebankan kepada mereka dengan cara yang ma’ruf ” (QS. Al Baqarah : 228)

    Dan apabila terwujud pergaulan yang baik antara suami istri maka sesungguhnya hal tersebut lebih melanggengkan kecintaan antara keduanya dan lebih sempurna bagi nikmat (kebahagiaan) tersebut.

    Berapa banyak perpisahan/perceraian terjadi disebabkan karena tidak adanya pergaulan yang baik

    Maka apabila masing-masing dari suami-istri bertaqwa kepada Allah, dan bergaul dengan pasangannya dengan cara yang baik, serta menunaikan kewajibannya, niscaya dengan sebab itu akan tercapai kebaikan dan keberkahan. Dan apabila terjadi banyak perselisihan antara suami-istri tersebut niscaya engkau akan dapati yang sering menjadi sebabnya adalah tidak adanya pergaulan yang baik.

    (Misalnya) si suami memukul istrinya hanya disebabkan oleh perkara yang sangat remeh. Dan si istri membangkang kepada suaminya dan mendebatnya dalam perkara yang sepele.

    Oleh karena itu wajib atas masing-masing dari pasangan suami-istri untuk bergaul dengan pasangannya dengan cara yang baik sebagaimana hal tersebut diperintahkan oleh Allah Ta’ala

    (Al Liqa’ Asy Syahry : 12)

     
  • Ibnu Rusman 14:44 on 20 August 2017 Permalink | Balas
    Tags:   

    KEUTAMAAN BERGAUL DAN BERSABAR DALAM PERGAULAN

    Rasulullahshalallahu alaihi wasallam bersabda,

    *_”Seorang muslim jika bergaul dengan sesama manusia dan dia bersabar atas gangguan mereka, maka dia LEBIH BAIK dari pada seorang muslim yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar dari gangguan mereka.”_*

    ( HR. At-Tirmidzi )

     
  • Ibnu Rusman 14:43 on 20 August 2017 Permalink | Balas  

    KEBAIKAN YANG ENGKAU DAPATKAN DARI MUSUHMU LEBIH BANYAK DIBANDINGKAN DARI TEMAN 

    Fudhail bin Iyyadh rahimahullah berkata:

    حسناتك من عدوك أكثر منها من صديقك

    Kebaikan yang engkau dapatkan dari musuhmu lebih banyak dibandingkan dari temanmu

    Ada yang bertanya:

    وكيف ذلك يا أبا علي ؟

    _Bagaimana bisa seperti itu wahai Abu Ali?_

    Fudhail menjawab:

    إن صديقك إذا ذُكرت بين يديه قال : عافاه الله ، وعدُوُّكَ إذا ذُكرت بين يديه يغتابك الليل والنهار , وإنما يدفع المسكين حسناته إليك

    Sesungguhnya temanmu jika engkau disebut di hadapannya dia mendoakanmu, semoga Allah memberinya keselamatan.

    Sedangkan musuhmu jika engkau disebut di hadapannya maka dia menggibahimu siang dan malam. Padahal musuhmu yang perlu dikasihani itu hakekatnya dia terus memberikan kebaikannya kepadamu.

    فلا ترضى إذا ذُكر بين يديك أن تقول : اللهم أهلكه

    Maka engkau jangan ridha jika musuhmu itu disebutkan di hadapanmu, engkau mengatakan, Ya Allah, binasakanlah dia.

    بل ادع الله : اللهم أصلحه, اللهم راجع به ويكون الله معطيك أجر ما دعوت به

    Bahkan hendaknya engkau berdoa kepada Allah, Ya Allah, perbaikilah keadaannya. Ya Allah, kembalikan dia kepada kebenaran. Jika seperti itu maka Allah akan memberimu pahala dari doa yang engkau panjatkan.

    Sebaliknya siapa yang mengatakan:

    اللهم أهلكه فقد أعطى الشيطان سؤاله لأن الشيطان إنما يدور على هلاك الخلق.

    Ya Allah, binasakanlah dia. Maka dia telah memberikan doanya kepada setan, karena sesungguhnya setan berkeliaran dengan tujuan untuk membinasakan hamba-hamba Allah.”

    (Hilyatul Auliya’, VIII/97)

    Sumber || http://bit.ly/2ugcjvE

     
  • Ibnu Rusman 14:38 on 20 August 2017 Permalink | Balas
    Tags:   

    MERASA DIRI SUDAH BAIK

    Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata:_

    “Barangsiapa diberikan musibah berupa sikap berbangga diri, maka pikirkanlah aib dirinya sendiri. Jika semua aibnya tidak terlihat sehingga ia menyangka tidak memiliki aib sama sekali dan merasa suci, maka ketahuilah sesungguhnya musibah dirinya tersebut akan menimpa dirinya selamanya. Sesungguhnya ia adalah orang yang paling lemah, paling lengkap kekurangannya dan paling besar kecacatannya.”

    (Dinukil dari Ma’alim fii Thoriq Thalab al-Ilmi)

     
  • Ibnu Rusman 14:36 on 20 August 2017 Permalink | Balas  

    JANGAN MERASA PALING BENAR/SUCI KARENA HANYA ALLAH YANG TAHU 

    Allah Ta’ala berfirman,

    هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

    “Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (QS. An Najm: 32).

    Janganlah engkau mengatakan dirimu suci, dirimu lebih baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

    لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمُ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ الْبِرِّ مِنْكُمْ

    “Janganlah menyatakan diri kalian suci. Sesungguhnya Allah yang lebih tahu manakah yang baik di antara kalian.” (HR. Muslim no. 2142).

    Jika kita ingin memiliki tahu bahayanya menganggap diri lebih baik, maka coba lihatlah pada kekurangan kita dalam ketaatan. Lalu lihat para orang yang menyatakan kita baik. Maka kalau seandainya mereka tahu kekurangan kita, pasti mereka akan menjauh.

    Seharusnya sikap seorang muslim adalah mengedepankan suuzhon (prasangka jelek) pada diri sendiri. Ia merasa dirinya serba kurang. Tak perlulah ia memandang kejelekan pada orang lain. Kita ingat kata pepatah, “Semut di seberang lautan nampak, namun gajah di pelupuk mata tak nampak.”

    Dari Abu Hurairah, ia berkata,

    يُبْصِرُ أَحَدُكُمْ القَذَاة فِي أَعْيُنِ أَخِيْهِ، وَيَنْسَى الجَذَل- أو الجَذَع – فِي عَيْنِ نَفْسِهِ

    “Salah seorang dari kalian dapat melihat kotoran kecil di mata saudaranya tetapi dia lupa akan kayu besar yang ada di matanya.”
    (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 592, shahih secara mauquf).

    Hati-hati pula dengan sifat ujub, yaitu takjub pada diri sendiri. Dalam hadits yang ma’ruf disebutkan,

    ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

    *“Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan:*
    (1) tamak lagi kikir,
    (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan
    (3) ujub (takjub pada diri sendiri).”
    (HR. Abdur Rozaq 11: 304. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat Shahihul Jaami’ 3039).

    Harusnya kita melihat contoh Abu Bakr, ia malah berdoa ketika dipuji oleh orang lain.

    اللَّهُمَّ أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ

    Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.
    [Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka]
    (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25: 145, Asy Syamilah)

    (Ditulis Abu Rumaysho)

     
  • Ibnu Rusman 14:30 on 20 August 2017 Permalink | Balas  

    HUKUM DISYARIATKANNYA BERKURBAN 

    Kurban adalah menyembelih binatang ternak (kambing, sapi, onta) dengan niat mendekatkan diri kepada Allah ta’ala pada hari penyembelihan dan hari Tasyriq.

    Hukum berkurban adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), ini adalah pendapat jumhur ulama. (sebagian ulama mengatakan bahwa berkurban hukumnya wajib bagi yang mampu -red). Ibadah ini disyari’atkan berdasarkan sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melalui perbuatan dan perkataan beliau.

    Di dalam sebuah hadist dari shahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih dua ekor kambing jantan yang bertanduk berwarna putih yang mana beliau menyebut nama Allah dan bertakbir”.  (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

    Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh (membawakan) kambing yang bertanduk dan berwarna hitam, maka didatangkanlah kepada beliau untuk disembelih, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada (istrinya): “Wahai ‘Aisyah bawakanlah aku pisau besar, asahlah pisau itu dengan batu”, kemudian beliau mengambilnya dan memegang kambing tersebut, lalu membaringkannya dan memegang lehernya kemudian berucap:

     

    بِاسْمِ اللهِ أَلَّلهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ
    “Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah terimalah (kurban ini) dari Muhammad dan keluarga Muhammad, dan dari umat Muhammad”, kemudian beliau menyembelihnya. (HR. Muslim).

    Diriwayatkan dari Al-Barra bin ‘Azib, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah kepada kami pada hari kurban, beliau berkata: “Janganlah salah seorang dari kalian menyembelih, sampai ia melaksanakan shalat (‘ied)”,* maka berkata sesorang laki-laki: “Aku mempunyai anak kambing, dia lebih baik dari pada dua ekor kambing pedaging”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berkurbanlah dengannya, dan tidak diterima korban dari seseorang berupa anak kambing setelahmu”. (HR. Muslim)

    Berkurban adalah sarana bagi seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Rabbnya, yaitu untuk mengingat kembali kisah Ibrahim ‘alaihi sallam ketika ia bermimpi menyembelih anaknya Isma’il, yang mana Allah ta’ala menggantikannya dengan sesembelihan yang besar, seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur an surat Ash-Shaffat : 102-107

    “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata:”Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab:”Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (102) Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya) (103). Dan Kami panggillah dia:”Hai Ibrahim, (104). sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (105). Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (106). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (107).”

    (Fatwa Syaikh Hisamuddin Al-‘Afanah, lihat Maktabah Syamilah)

     
  • Ibnu Rusman 14:12 on 20 August 2017 Permalink | Balas  

    LARANGAN MEMOTONG/MENGAMBIL KUKU, KULIT DAN RAMBUT TUBUH ORANG YANG BERNIAT QURBAN 

    Disyariatkan bagi orang yang hendak berqurban bila telah masuk bulan Dzulhijjah untuk tidak mengambil/memotong rambut, kuku atau kulitnya hingga hewan qurbannya disembelih.

    Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika kamu melihat hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” Dalam riwayat lain: “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berqurban.”

    Larangan dalam hadits tersebut ditujukan kepada yang ingin berqurban bukan kepada hewannya sebagaimana dijelaskan dalam al-Baqarah:196,

     وَلاَ تَحْلِقُواْ رُءوسَكُمْ حتى يَبْلُغَ الهدى مَحِلَّه

    “…dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum qurban sampai di tempat penyembelihannya …”

    Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk isteri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

    (Min Ahkamil Udhiyyah, Syaikh Al-Utsaimin)

     
  • Ibnu Rusman 20:25 on 13 August 2017 Permalink | Balas
    Tags:   

    BAGI YANG BELUM MAMPU HAJI

    Ibnu Rajab رحمه الله berkata,

    “Barang siapa tidak mampu sampai ke baitullah Ka’bah karena jauhnya, maka hendaklah dia niatkan menuju ke Rabbul bait (pemilik Ka’bah), karena Dia lebih dekat dari urat nadi.”

    (Lathaiful Ma’arif, hal. 633)

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal