Abu Nuaim menyebutkan di dalam kitab “al-hilyah”:
“Adalah Abu Muslim Al-Khaulani jika ia masuk ke dalam rumahnya niscaya istrinya mengambil/menyambut selendang dan kedua sendalnya kemudian ia membawakan/menghidangkan makanannya kepadanya.
Ia (Abu Nuaim) berkisah: lalu ia (Abu Muslim) masuk ke dalam rumah ternyata rumah tersebut di dalamnya tidak terdapat lampu pelita, dan ternyata istrinya sedang duduk-duduk di dalam rumah sambil menundukkan kepala (kearah lantai) menusuk-nusuk kayu yang ada padanya (ke lantai)!!! Lalu ia (Abu Muslim) bertanya kepadanya: ada apa denganmu?!! Ia menjawab: engkau memiliki kedudukan/jabatan dari Mu’awiyah (Khalifah), dan kita tidak memiliki seorang pelayan, maka sekiranya engkau meminta kepadanya maka ia pasti memberikan pelayan kepada kita dan ia pasti memberimu . Lalu ia berdoa:
اللهم من أفسد على امرأتي فأعم بصرها
ya Allah, barang siapa yang telah merusak atas istriku maka butakanlah pandangan matanya
.
Ia (Abu Nuaim) berkisah: dan sungguh telah datang seorang wanita sebelum itu, lalu ia berkata kepadanya (istrinya Abu Muslim): suamimu memiliki kedudukan/jabatan dari Mu’awiyah maka sekiranya engkau mengatakan kepadanya ia meminta kepada Mu’awiyah memberikan pelayan kepadanya dan ia pasti memberikannya niscaya hidup kalian (menjadi lebih baik)
Ia (Abu Nuaim) berkisah: maka tatkala wanita tersebut sedang duduk-duduk di dalam rumahnya, iapun mengingkari (apa yang terjadi) terhadap matanya!!! Lalu ia berujar: mengapa lampu pelita kalian ini padam!!!
Mereka menjawab: tidak!! Lalu iapun tahu bahwa ternyata ia telah menjadi buta, dan iapun mengetahui dosa/kesalahannya.
Lalu iapun segera menuju kepada Abu Muslim sambil menangis dan meminta kepadanya berdoa kepada Allah untuknya agar Allah mengembalikan pandangan matanya.
Ia (Abu Nuaim) berkisah: lalu ia (Abu Muslim) merasa kasihan terhadapnya maka iapun berdoa kepada Allah untuknya lalu Allah mengembalikan pandangan matanya.”
(Hilyatul auliya 2/130, shifah ash-shafwah, Ibnul Jauzi 4/212)
Balas